Friday, October 12, 2007

Fitrah Optimistis


Yudi Latif

Seperti burung yang riang pulang ke sarang, kita rayakan kepulangan ke rahim fitri dengan sukacita. Di kesempitan sarangnya, burung bernyanyi riang merayakan kelapangan, lantas tertidur pulas tanpa mimpi ketakutan. Tetapi manusia terkadang lebih malang daripada satwa. Di kelapangan rumahnya, kesempitan hati membuat keriangan terasa sepi yang menikam.

Gema takbir mengagungkan Sang Khalik mengajak kita keluar dari kesempitan ke kelapangan jiwa. Dalam kebesaran Tuhan, setiap insan merupakan wujud ciptaannya yang paling sempurna dengan kondisi awal yang sama-sama suci (fitrah). Keyakinan akan keaslian yang suci mengandaikan setiap orang memiliki cetakan dasar ketuhanan dengan lentera hanifnya yang menuntun ke jalan benar.

Sebagai citra Tuhan, manusia seyogianya memandang hidup secara positif dan optimistis. Bahwa setiap pribadi tidak tercipta secara sia-sia, melainkan orang-orang istimewa dengan misi kepahlawanannya sendiri-sendiri. Pertama-tama kita harus berprasangka baik kepada desain penciptaan Tuhan karena Tuhan akan bereaksi sesuai prasangka itu. Dalam hadis Qudsi disebutkan, "Aku sesuai sangkaan hamba-Ku kepada-Ku, maka ia bebas berprasangka apa saja kepada-Ku".

Prasangka baik kepada Tuhan akan mengembangkan sikap positif pada hidup dan sesama. Bahwa pemikiran dan tindakan baik tak akan berbuah keburukan; begitu pun pemikiran dan tindakan buruk tak akan berbuah kebajikan.

Psikolog David D Burn mengatakan, depresi kejiwaan merupakan hasil pemikiran yang salah. Pemikiran negatif mendistorsikan persepsi sehingga segala hal dipandang buruk dan tak bermakna. Ketika seseorang atau suatu bangsa depresi oleh belenggu pesimisme dan ketidakbermaknaan, daya hidup dilumpuhkan oleh nestapa 4D (defeated, defective, diserted, dan deprived) yang dihayati sebagai kebenaran mutlak. Di sini Burn menganjurkan perlunya pemikiran positif dan rasa optimistis.

Lebaran menghadirkan optimisme yang lebar, setelah manusia berhasil melewati ujian selama Ramadhan. Penyair Arab mengatakan, "Betapa banyak jalan keluar yang datang setelah kepahitan, dan betapa banyak kegembiraan datang setelah kesusahan. Siapa yang berbaik sangka kepada Pemilik Arasy, dia akan memetik manisnya buah yang dipetik dari pepohonan berduri."

Prasangka baik akan melahirkan optimisme. Sikap optimistis setiap momen adalah istimewa, dan setiap hari adalah Lebaran. Timbullah hasrat untuk merebut hari ini, memberi makna bagi hidup dan berbagai kebahagiaan dengan sesama.

Seperti kata Thich Nhat Hanh dalam The Miracle of Mindfulness, "Waktu terbaik adalah hari ini, orang terpenting adalah orang terdekat, perbuatan terpenting adalah berusaha membahagiakan orang-orang terdekat."

Dalam kehidupan negeri yang dikepung kabut pesimisme dan apatisme, semoga semangat Idul Fitri membawa kebeningan kembali langit harapan!

Yudi Latif Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Jakarta

No comments: