Monday, October 15, 2007

Tajuk Rencana


Ya, Itulah Mudik Lebaran!

Jika perjalanan terutama darat dan laut macet di mana-mana. Jika, misalnya, di Pelabuhan Gilimanuk, penumpang kapal ke Jawa menunggu sampai 10 jam.

Jika sebagai fenomena baru, semakin banyak warga mudik naik sepeda motor seraya memboncengkan istri dan anak. Maaf, jika seperti Lebaran tahun ini, kecelakaan menewaskan orang dan melukai warga. Pada suatu waktu di masa datang, andai kata semua berjalan lancar tanpa antrean panjang dan kemacetan menguji kesabaran, apakah juga masih mudik namanya?

Inilah mudik Lebaran tatkala akhirnya para pemudik sampai di desa, di kota, di rumah orangtua, dan keluarga masing-masing. Keharuan dan rasa syukur bertemu dan bersilaturahim. Membongkar oleh-oleh, membagi rezeki hasil pergulatan dan jerih payah mencari nafkah di kota-kota. Tepat pada hari Idul Fitri sungkem kepada orangtua dan yang dituakan, mohon maaf lahir batin, bersyukur bersama-sama. Persaudaraan dan kekeluargaan yang tampak nyata, menggetarkan hati, bersyukur dan yang mempererat persaudaraan dan yang melegakan hati karena keikhlasan memohon dan memberi maaf.

Pembaruan persaudaraan dan kekeluargaan dengan saling memaafkan dan memberi. Suatu kebajikan serta penghayatan setia kawan sosial dan dalam semangat, niat, serta bentuknya yang setiap kali sanggup menggetarkan hati. Persaudaraan dan setia kawan sosial. Bukankah itu yang juga masih merupakan cita-cita dan tujuan kita bersama memperjuangkan Indonesia merdeka serta mengisi Indonesia merdeka. Ekspresinya dalam bentuk silaturahim setelah berpuasa sebulan penuh setiap tahun, menemukan sosok dan ekspresinya yang optimal dan utuh, ya iman, ya amal, ya persaudaraan setiap tahun sekali pada hari Lebaran. Ketika haru memberi makna kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap kali kita harus mengakui perjalanan belum juga sampai, perjuangan dan usaha bersama, masih setiap kali harus kita perbarui lewat Lebaran, pergulatan hidup kemasyarakatan dan kenegaraan setiap hari.

Demikianlah amat jelas, pesan, amanah serta semangat serta silaturahim pada hari Idul Fitri dan mudik pada hari Lebaran. Jelas, terutama melalui pergerakan nasional dan perjuangan kemerdekaan, kita diwarisi cita-cita kesejahteraan sosial, cita-cita Indonesia merdeka yang oleh para perintis perjuangan pergerakan serta para bapak bangsa bersumber pada warisan budaya hidup bersama dan cita-cita bersama dari tradisi, riwayat dan sejarah sendiri, dari warisan umat manusia. Karena itu, kita pun menjadi bangsa dan negara yang terbuka, yang bebas-aktif.

Tantangan kita, sementara itu, masih serupa dengan kemarin dan dahulu. Bagaimana melalui perikehidupan dari budaya dan adat istiadat sendiri yang begitu mulia, kaya dan lengkap itu, kita bisa semakin cepat dan dekat dengan tujuan kita bersama, yakni kemakmuran, keadilan, kesejahteraan, serta kemajuan bagi kita semua.

***

Hadiah Nobel dan Al Gore

Pesan pertama yang ingin disampaikan Komisi Nobel memilih mantan Wapres AS Al Gore dan Panel Antar-pemerintah mengenai Perubahan Iklim PBB, sebagai yang pantas menerima penghargaan Nobel Perdamaian 2007, adalah konsep perdamaian itu elastik. Tidak ada perang, tidak ada konflik adalah tidak serta-merta berarti damai kalau perut lapar, keperluan hidup tak tercukupi, dan banyak manusia hidup di bawah garis kemiskinan.

Karena itu, mengapa Komisi Nobel pada tahun 1979 menganugerahkan Nobel Perdamaian kepada Bunda Teresa atas karya kemanusiaannya, misalnya. Damai sejahtera perlu diperjuangkan bersama agar serentak keduanya bisa dinikmati. Keduanya merupakan prasyarat untuk hidup layak dan mengembangkan kemanusiaan menurut martabatnya. Akan tetapi, mengapa tokoh perlawanan damai sekaliber Mahatma Gandhi tidak pernah menerima Nobel Perdamaian?

Kalau sekarang Al Gore dan para ilmuwan yang menekuni tentang perubahan iklim menerima anugerah bergengsi itu, tentu ada alasan yang sangat kuat. Kiranya inilah pesan kedua, yakni menyadarkan dunia tentang betapa seriusnya ancaman dari perubahan iklim.

Sejarah telah mencatat, konflik antarbangsa sering terjadi lantaran masalah perebutan sumber daya alam, bahan mentah, dan wilayah yang aman bagi kehidupan. Namun, karena perubahan iklim sebagai akibat naiknya suhu global, ketiga hal itu menjadi sangat terbatas. Akibat selanjutnya adalah terjadi ketegangan antarbangsa.

Akibat perubahan iklim global, banyak negara akan kena dampaknya. Perubahan iklim bisa membawa kehancuran bagi negara-negara miskin dan berkembang. Bahkan studi Bank Dunia tahun 2002, seperti ditulis majalah Basis, mengingatkan bahwa akan terjadi migrasi besar-besaran pada tahun 2050. Orang meninggalkan daerah karena bencana alam, baik karena banjir, badai, kekeringan, maupun kelaparan.

Jutaan orang ini akan mencari tempat baru yang lebih aman. Banyak kota dipenuhi para pendatang yang mencari penghidupan. Kota-kota akan penuh, padat, dan akibatnya akan menimbulkan persoalan baru, mengganggu perdamaian dan kedamaian.

Itulah ancaman nyata yang ingin diingatkan Komisi Hadiah Nobel Perdamaian. Seperti dikatakan Al Gore, krisis iklim bukan isu politik, melainkan tantangan moral dan spiritual bagi seluruh umat manusia yang harus dihadapi bersama-sama.

No comments: