Saturday, October 27, 2007

Terbangunnya' Trust' Dorong Pemberdayaan Ekonomi Umat Islam


Terbangunnya' Trust' Dorong Pemberdayaan Ekonomi Umat Islam

Brisbane-RoL-- Potensi modal umat Islam Indonesia yang dapat didayagunakan untuk membiayai pembangunan ekonomi keluarga-keluarga miskin seperti model Grameen Bank di Bangladesh sangat besar namun terhalang oleh belum terbangunnya "trust" (kepercayaan) di masyarakat Muslim yang berpunya.

"Adalah tantangan kita bersama untuk terus menggalang modal sosial dan membangun 'trust' yang minim di masyarakat karena masih kuatnya praduga dan ketakutan akan korupsi menyulitkan pemberdayaan modal umat untuk mendukung dana bergulir bagi usaha-usaha kecil produktif," kata ekonom Dr.Muhammad Handry Imansyah.

Berbicara di depan belasan peserta pengajian Jumat malam Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB), peneliti tamu di Universitas Teknologi Queensland (QUT) itu mengatakan, potensi besar modal umat tersebut antara lain dapat dilihat dari fenomena calon jamaah haji di Tanah Air.

Betapa tidak, selain jumlahnya yang sangat besar, tidak sedikit di antara mereka harus rela masuk daftar tunggu selama lima tahun sebelum bisa berangkat ke Tanah Suci Mekah. Namun, di balik kenyataan itu, mungkin saja, banyak di antara mereka yang sudah menunaikan haji berkali-kali, katanya. "Mungkin saja, lima puluh persennya sudah pernah haji sebelumnya. Padahal kalau dana haji mereka itu bisa digulirkan untuk membangun ekonomi pedesaan umat, tentu akan sangat baik efeknya," kata Muhammad Handry Imansyah.

Dalam hal ini, peranan para ulama dalam meyakinkan orang-orang Islam yang berkecukupan materi dan sudah berkali-kali naik haji itu sangat penting supaya mereka mau menyalurkan dananya untuk membangun ekonomi umat sebagai ibadah dan wujud kesalehan sosial mereka. Saat ini, sepuluh juta orang menganggur dan 40 juta orang lainnya miskin di Indonesia. Namun, untuk dapat meyakinkan orang-orang Islam yang kaya itu, "trust" di masyarakat mutlak dibangun.

Sebagai kelompok mayoritas di Indonesia, umat Islam memiliki tanggungjawab besar dalam meningkatkan modal sosial yang mulai luntur itu dengan mendorong integritas, kredibilitas, profesionalitas dan akuntabilitas menjadi bagian dari karakter mereka sehingga kepercayaan di masyarakat terbangun, katanya. "Salah satu yang diperlukan adalah adanya lembaga-lembaga keuangan yang dijalankan secara profesional dan akuntabel supaya potensi dana umat yang besar itu dapat didayagunakan," katanya.

Lembaga-lembaga keislaman di Indonesia pun sudah saatnya dikelola secara profesional untuk bisa meningkatkan kepercayaan umat sehingga kebiasaan-kebiasaan seperti menggaji stafnya secara tidak wajar sudah harus ditinggalkan karena hal itu hanya akan merusak produktivitas dan integritas, katanya.

Menyinggung tentang cerita sukses Grameen Bank membangunan perekonomian rakyat kecil di Bangladesh, dosen Universitas Lambung Mangkurat yang pernah terlibat dalam unit survelensi Departemen Keuangan RI itu mengatakan, lembaga pembiayaan mikro itu sangat mengenal para nasabahnya. Bank yang didirikan Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Prof. Muhammad Yunus, itu sangat memahami karakteristik para nasabahnya yang sebagian besar adalah kaum wanita sebagai penggerak ekonomi keluarga.

Sebenarnya Indonesia juga pernah menerapkan konsep semacam itu tahun 1980-an melalui kehadiran lembaga-lembaga perkreditan kecamatan di beberapa daerah, seperti Semarang dan Yogyakarta, katanya. Lembaga-lembaga perkreditan kecamatan dengan sasaran kelompok-kelompok masyarakat itu dapat berjalan relatif baik namun semuanya berubah setelah pemerintah menerapkan liberalisasi sektor perbankan, katanya.

Sejak liberalisasi sektor perbankan itu, penyaluran kredit usaha ditangani secara formal oleh bank-bank komersial. Dalam kasus Indonesia, bank yang karakternya mirip dengan Grameen Bank yang menargetkan masyarakat kecil sebagai nasabahnya juga ada, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI).

"Bahkan BRI juga menjadi model bagi negara berkembang. Saat krisis moneter dulu, BRI justru mampu bertahan karena sasarannya adalah sektor pertanian. Swasembada beras yang pernah dicapai Indonesia tahun 1980-an juga tidak terlepas dari peran BRI," katanya. antara/mim

No comments: